Lahir
di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX
adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah.
Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh
pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada
tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda, disinilah
beliau sering mendapat panggilan “SultanHenkie”.
Sri
Sultan Hamengku Buwono IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis.
Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah
pimpinannya. Pendidikan Barat yang dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX
menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton Yogyakarta di
kemudian hari. Berbagai tradisi keraton yang kurang menguntungkan dihapusnya
dan dengan alternatif budaya baru HB IX menghapusnya.
Meski begitu bukan berarti ia menghilangkan substansi sendiri sejauh itu perlu
dipertahankan. Bahkan wawasan budayanya yang luas mempu menemukan terobosan
baru untuk memulihkan kejayaan kerajaan Yogyakarta. Bila dalam masa kejayaan
Mataram pernah berhasil mengembangkan konsep politik keagungbinataraan yaitu
bahwa kekuasaan raja adalah agung binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi
bawa leksana ambeg adil para marta (besar laksana kekuasaan dewa, pemeliharaan
hukum dan penguasa dunia, meluap budi luhur mulianya, dan bersikap adil
terhadap sesama), maka HB IX dengan wawasan barunya menunjukkan bahwa raja
bukan lagi gung binathara, melainkan demokratis. Raja berprinsip kedaulatan
rakyat tetapi tetap berbudi bawa laksana.
Menentang penjajahan dan mendorong
kemerdekaan Indonesia.
Wawasan kebangsaan HB IX juga terlihat dari sikap tegasnya yang mendukung
Republik Indonesia dengan sangat konsekuen. Segera setelah Proklamasi RI ia
mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang menyatakan keinginan kerajaan
Yogyakarta untuk mendukung pemerintahan RI. Ketika Jakarta sebagai ibukota RI
mengalami situasi gawat, HB IX tidak keberatan ibukota RI dipindahkan ke
Yogyakarta. Begitu juga ketika ibukota RI diduduki musuh, ia bukan saja tidak
mau menerima bujukan Belanda untuk berpihak pada mereka, namun juga mengambil
inisatif yang sebenarnya dapat membahayakan dirinya, termasuk mengijinkan para
gerilyawan bersembunyi di kompleks keraton pada serangan oemoem 1 Maret 1949.
Jelaslah bahwa ia seorang raja yang republiken. Setelah bergabung dengan RI, HB
IX terjun dalam dunia politik nasional.
Bapak Pramuka Indonesia.
Semangat menyatukan berbagai
organisasi kepanduan yang tumbuh di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan
terus berkobar. Hal itu membuat Presiden Soekarno lantas berkoordinasi dengan
Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pada 20 Mei 1961 terbitlah Keppres
No 238 / 1961.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar